Abdullah bin Zubair عبد الله ابن الزبير | |||||
---|---|---|---|---|---|
![]() | |||||
Khalifah (diperdebatkan)[a] | |||||
Berkuasa | 683–692 | ||||
Pendahulu | Yazid I | ||||
Penerus | Abdul Malik bin Marwan | ||||
Kelahiran | Mei 624 M Madinah, Hijaz, Arabia | ||||
Kematian | Oktober/November 692 M (umur 68) Makkah, Hijaz | ||||
Pemakaman | Jannatul Mu'alla, Makkah | ||||
Pasangan |
| ||||
Keturunan | |||||
| |||||
Suku | Quraisy (Bani Asad) | ||||
Ayah | Zubair bin Awwam | ||||
Ibu | Asma' binti Abu Bakar | ||||
Agama | Islam |
Abdullah bin Zubair bin Awwam yang juga dikenal sebagai Ibnu Zubair (bahasa Arab: عبد الله ابن الزبير ابن العوام, translit. ʿAbd-Allāh ibn al-Zubayr ibn al-ʿAwwām; Mei 624 – Oktober/November 692) adalah seorang sahabat Nabi Islam Muhammad dan pemimpin kekhalifahan yang berbasis di Makkah menyaingi Kekhalifahan Umayyah dari tahun 683 sampai kematiannya. Dia adalah putra dari Zubair bin Awwam dan Asma' binti Abu Bakar.
Ibnu Zubair adalah salah satu anggota suku Quraisy, suku terkemuka di Jazirah Arab saat itu. Ibnu Zubair juga merupakan anak pertama yang lahir dari kelompok Muhajirin, mualaf paling awal. Sebagai seorang pemuda, dia berpartisipasi dalam penaklukan Muslim awal bersama ayahnya di Suriah dan Mesir. Ia juga memainkan peran penting dalam penaklukan Afrika Utara dan Iran utara pada tahun 647 dan 650. Selama Perang Saudara Muslim Pertama, dia berperang di pihak bibinya, Aisyah melawan Khalifah Ali (m. 656–661). Meskipun sedikit yang terdengar tentang Ibnu Zubair selama masa pemerintahan berikutnya dari khalifah Umayyah pertama Muawiyah I (m. 661–680), diketahui bahwa dia menentang pencalonan atas putranya, Yazid I, sebagai pengganti Muawiyah I. Ibnu Zubair, bersama dengan banyak orang Quraisy dan Anshar, kelompok Muslim terkemuka di Hijaz (Arab barat), menentang pengubahan kekhalifahan yang demokratis menjadi monarki Umayyah.
Ibnu Zubair memosisikan dirinya di Makkah dan menggalang oposisi penentangan terhadap Yazid (m. 680–683), sebelum akhirnya memproklamasikan dirinya sebagai khalifah setelah kematian Yazid pada tahun 683, yang menandai dimulainya Perang Sudara Kedua. Sementara itu, putra dan penerus Yazid meninggal beberapa minggu setelah masa pemerintahannya, memicu runtuhnya otoritas Umayyah di seluruh Kekhalifahan, yang sebagian besar provinsinya kemudian menerima kedaulatan Ibnu Zubair. Meskipun diakui secara luas sebagai khalifah, otoritasnya sebagian besar bersifat nominal di luar Hijaz. Pada tahun 685, Kekhalifahan Umayyah telah dibentuk kembali di bawah kepemimpinan Marwan I di Suriah dan Mesir, sementara otoritas Ibnu Zubair ditentang di Irak dan Arab oleh pasukan Banu Ali dan Khawarij. Saudara laki-laki Ibnu Zubair, Mush'ab menegaskan kembali kedaulatan Ibnu Zubair di Irak pada tahun 687, tetapi ia dikalahkan dan dibunuh oleh penerus Marwan, yaitu Abdul Malik pada tahun 691. Komandan Umayyah al-Hajjaj bin Yusuf menggerakkan pasukannya untuk mengepung Makkah, sehingga akhirnya Ibnu Zubair terbunuh di sana pada tahun 692.
Melalui prestise ikatan keluarganya dan hubungan sosial dengan nabi Islam Muhammad serta hubungannya yang kuat dengan kota suci Makkah, Ibnu Zubair mampu memimpin faksi Muslim yang menentang pemerintahan Umayyah. Dia berusaha untuk membangun kembali Hijaz sebagai pusat politik kekhalifahan. Namun, penolakannya untuk meninggalkan Makkah menghalangi dia untuk menjalankan kekuasaan di provinsi-provinsi yang lebih padat penduduknya sehingga dia lebih bergantung pada saudaranya, Mush'ab dan para loyalis lainnya. Dengan demikian, ia hanya memainkan peran aktif yang kecil dalam perjuangan yang dilakukan atas namanya.
Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref>
untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/>
yang berkaitan