Agresi Militer Belanda II

Agresi Militer Belanda II
(bahasa Belanda: Operatie Kraai)
Bagian dari Revolusi Nasional Indonesia

Dari atas, kiri ke kanan:
  • Pasukan Belanda memasuki Djokjakarta. Di sebelah kiri ada mobil yang terbakar.
  • Pasukan Belanda maju ke Jawa Timur
  • Stasiun Ngebroek. Sebuah bivak didirikan.
  • Maju di Tapanoeli (Sumatra). Patroli tentara Belanda melewati beberapa rumah khas Batak
  • Kemajuan di Padang, Sumatra oleh pasukan Belanda.
  • Tentara Belanda di jalan utama Rantau Prapat
Tanggal19 Desember 1948 (1948-12-19) – 5 Januari 1949 (1949-01-5)
Perang gerilya sampai 7 Mei 1949
LokasiJawa dan Sumatra, Indonesia[1]
Hasil

Kemenangan Belanda

Perubahan
wilayah
Yogyakarta direbut oleh Belanda
Pihak terlibat
 Indonesia  Belanda
Tokoh dan pemimpin
Indonesia Soedirman
Indonesia Djatikoesoemo
Indonesia Abdul Haris Nasution
Belanda Simon Spoor
Belanda Dirk van Langen
Pasukan
Kekuatan
  • 800–900 pasukan terjun payung
  • 10.000 tentara–130.000 tentara[2]
  • 23 Douglas DC-3s
  • Pesawat tempur dan pengebom Belanda
Korban
Tidak diketahui Tidak diketahui

Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak (bahasa Belanda: Operatie Kraai) adalah serangan militer Belanda terhadap Republik Indonesia pada bulan Desember 1948, menyusul gagalnya perundingan. Dengan keunggulan kejutan, Belanda berhasil merebut ibu kota sementara Republik Indonesia, Yogyakarta, dan menangkap para pemimpin Indonesia seperti Presiden de facto Republik Indonesia Soekarno. Keberhasilan militer yang nyata ini, bagaimanapun, diikuti oleh perang gerilya, sementara pelanggaran gencatan senjata Perjanjian Renville secara diplomatis mengisolasi Belanda. Hal ini berujung pada Konferensi Meja Bundar Belanda-Indonesia dan pengakuan atas Republik Indonesia Serikat.[3]

Disebut oleh Belanda sebagai politionele actie kedua, peristiwa ini lebih dikenal dalam buku-buku sejarah dan catatan militer Indonesia sebagai Agresi Militer Belanda II.[4]

  1. ^ a b Kahin (2003), p. 89
  2. ^ Nasution, Abdul H. (1965). Fundamentals of Guerilla Warfare, page 179-180. New York, Praeger. 
  3. ^ Ricklefs (1993), p.230 "... both a military and a political catastrophe for [the Dutch]".
  4. ^ Zweers (1995)

From Wikipedia, the free encyclopedia · View on Wikipedia

Developed by Nelliwinne