Bagian dari seri Gereja Katolik tentang |
Ajaran sosial Katolik |
---|
Ringkasan |
Portal Katolik |
Ajaran sosial Katolik adalah kumpulan doktrin yang dikembangkan oleh Gereja Katolik mengenai persoalan keadilan sosial, menyangkut isu-isu kemiskinan dan kesejahteraan, ekonomi, organisasi sosial, serta peranan negara. Fondasinya secara luas dianggap telah diletakkan oleh Rerum novarum—suatu ensiklik yang dikeluarkan oleh Paus Leo XIII pada tahun 1891—yang mana menganjurkan distributisme ekonomi dan mengecam kapitalisme maupun sosialisme. Namun akar dari ajaran ini dapat ditelusuri dari tulisan-tulisan para pemikir Katolik seperti St. Thomas Aquinas dan St. Agustinus dari Hippo, juga berasal dari konsep-konsep yang terdapat dalam Kitab Suci dan budaya-budaya Timur Dekat Kuno.[1][halaman dibutuhkan]
Menurut Paus Benediktus XVI, tujuan sesungguhnya adalah "untuk membantu memurnikan akal budi dan untuk berkontribusi, di sini dan saat ini, pada pengakuan dan pencapaian dari apa yang adil. ... [Gereja] harus memainkan perannya melalui argumen rasional dan harus membangkitkan kembali energi rohani yang mana tanpanya keadilan ... tidak dapat unggul dan berhasil baik".[2] Menurut Paus Yohanes Paulus II, dasarnya "bertumpu pada pilar-pilar rangkap tiga martabat manusia, solidaritas, dan subsidiaritas".[3] Keprihatinan ini menggemakan unsur-unsur hukum Yahudi dan kitab para nabi dalam Perjanjian Lama, serta memanggil kembali ajaran-ajaran Yesus Kristus yang tercatat dalam Perjanjian Baru, misalnya pernyataan-Nya bahwa "sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku."[4]
Ajaran sosial Katolik dipandang khas karena kritik-kritiknya yang konsisten terhadap ideologi-ideologi politik dan sosial modern baik yang beraliran kiri maupun kanan: liberalisme, komunisme, feminisme,[5][6] ateisme,[7] sosialisme,[8] fasisme, kapitalisme,[8] dan Nazisme yang mana semuanya telah dikecam, setidaknya dalam bentuk-bentuknya yang murni, oleh beberapa paus sejak akhir abad ke-19.
Doktrin sosial Katolik dianggap telah selalu berupaya untuk menemukan suatu keseimbangan antara keprihatinan bagi seluruh masyarakat, khususnya bagi mereka yang paling lemah dan miskin, serta penghormatan atas kebebasan manusia termasuk hak atas milik pribadi.[9]
Lembaga-lembaga Katolik sering kali tergantung pada kemurahan hati para dermawan yang konservatif secara politis maupus religius, waspada atau tidak setuju secara langsung akan feminisme. Tradisi-tradisi Katolik dan posisi-posisi resmi gereja saat ini berseberangan dengan banyak posisi kaum feminis.
Kekhawatiran lainnya dari kaum feminis, seperti perubahan-perubahan dalam bahasa seksis, telah menjadi suatu isu selama hampir satu dekade di dalam Gereja Katolik Roma dan juga sebagian besar gereja lainnya.
2123 'Banyak di antara orang-orang zaman sekarang yang sama sekali tidak memandang, atau menolak secara tegas, ikatan manusia yang penting dan mesra ini dengan Allah. Dengan demikian ateisme harus dianggap sebagai salah satu masalah yang paling serius pada zaman kita.'