Bahasa tanah (Melayu Ambon: bahasa tana) adalah istilah kolektif untuk bahasa-bahasa asli di Kepulauan Maluku yang saat ini biasanya hanya dipakai sebagai alat komunikasi dalam konteks adat istiadat. Di Pulau Seram dan sekitarnya, bahasa tanah biasanya digunakan saat upacara adat yang disebut panas pela.[1]
Oleh masyarakat Maluku, bahasa tanah dianggap memiliki kedudukan yang lebih tinggi dan sakral dibandingkan dengan bahasa yang digunakan sehari-hari. Oleh karena itu, bahasa tana di Kepulauan Maluku sebagian besar hanya diketahui dan dipahami oleh penutur yang sudah tua. Di Kepulauan Banda, bahasa tanah digunakan dalam syair atau nyanyian adat yang dikenal dengan sebutan kabata.[2]