Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Oktober 2022. |
Penemuan bakteri pemakan nilon telah digunakan untuk mengedukasi dan menantang argumen kreasionisme yang melawan evolusi dan seleksi alam. Bakteri ini dapat menghasilkan enzim baru yang memungkinkan mereka untuk memakan produk sampingan dari pembuatan nilon yang jelas tidak ada sebelum penemuan nilon pada tahun 1930-an.[1] Pengamatan adaptasi ini membantah klaim agama dan ilmu semu[2] bahwa tidak ada informasi baru yang dapat ditambahkan ke genom dan bahwa protein terlalu kompleks untuk berevolusi melalui proses mutasi dan seleksi alam. Para pendukung kreasionisme telah menghasilkan literatur reaksioner yang mencoba menyangkal bahwa evolusi terjadi, yang pada gilirannya menghasilkan reaksi dari komunitas ilmiah.
Ada sebuah konsensus ilmiah bahwa kapasitas untuk mensintesis nilonase kemungkinan besar berkembang sebagai mutasi satu langkah yang bertahan karena meningkatkan kebugaran bakteri yang memiliki mutasi. Hal ini dilihat sebagai contoh yang baik dari evolusi melalui mutasi dan seleksi alam yang bisa diamati saat proses evolusi sedang berlangsung, dan tidak mungkin terjadi sampai produksi nilon oleh manusia.[3][4][5][6]
[ID] captured headlines for its bold attempt to rewrite the basic rules of science and its claim to have found indisputable evidence of a God-like being. Proponents, however, insisted it was 'not a religious-based idea, but instead an evidence-based scientific theory about life's origins – one that challenges strictly materialistic views of evolution.' Although the intellectual roots of the design argument go back centuries, its contemporary incarnation dates from the 1980s