Artikel ini adalah bagian dari seri tentang |
Pengobatan alternatif dan semu |
---|
Banyak metode medis palsu atau produk yang mengklaim bahwa mereka dapat mendiagnosis, mencegah, atau menyembuhkan COVID-19.[1] Seperti berbagai jenis obat palsu yang mungkin tidak mengandung bahan yang mereka klaim dan bahkan mungkin mengandung bahan yang berbahaya.[2][3] Banyak dari klaim ini yang menyatakan bahwa suatu produk dapat membantu melawan COVID-19, yang juga menyebar lewat rumor online alih-alih iklan yang konvensional. Untuk mengatasi produk palsu, WHO meminta para negara anggotanya untuk lapor apabila ditemukan produk dan obat palsu.[4] WHO menyatakan bahwa penelitian tentang pengobatan potensial sedang dilakukan, termasuk uji coba Solidaritas yang dipelopori oleh WHO.[4]
Kecemasan tentang COVID-19 membuat banyak orang untuk mencoba apapun yang mungkin dapat memberikan mereka kesan bahwa mereka "sedang dalam kendali" atas keadaan tersebut. Hal ini menjadikan mereka menjadi target yang mudah untuk penipuan.[5] Banyak klaim palsu tentang tindakan untuk melawan COVID-19 beredar luas di media sosial, tetapi beberapa di antaranya masih beredar lewat teks, YouTube, atau bahkan media yang umum. Para pejabat pemerintah menyarankan bahwa sebelum menyebarkan informasi, orang sebaiknya memeriksa informasi tersebut secara hati-hati. Misinformasi dan klaim palsu ini cenderung menggunakan nada yang menakutkan atau retorika yang menekan sang pembaca, dan mengklaim bahwa mereka memiliki semua fakta walaupun yang lain tidak. Masyarakat dianjutkan untuk memeriksa sumbernya, dan mencarinya dalam situs-situs pemerintah yang resmi karena beberapa dari klaim ini menyatakan bahwa informasi yang mereka dapat berasal dari organisasi seperti UNICEF.[6][7] Arthur Caplan, ketua program etika medis di Sekolah Kedokteran di New York University, memberikan saran yang sederhana untuk produk COVID-19: "Jika produk itu hanya tersedia secara online, abaikan saja".[5]
Produk yang mengklaim bahwa mereka dapat mencegah COVID-19 merupakan risiko yang dapat meningkatkan kepercayaan diri palsu sehingga meningkatkan risiko infeksi.[8] Selain itu, banyak produk-produk ini beracun. Ratusan orang sudah meninggal akibat menggunakan produk palsu yang mengklaim dapat mengobati COVID-19.[9]