Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Oktober 2022. |
Pandemi COVID-19 berdampak signifikan pada industri seni dan warisan budaya. Keberlangsungan lembaga seni/budaya dan nasib pekerjanya saat ini terpengaruh oleh krisis kesehatan yang terjadi di seluruh dunia dan kondisi yang tidak menentu. Sembari tetap menjalankan misinya menyediakan akses publik ke warisan budaya, mereka juga harus merespon perubahan yang terjadi secara tiba-tiba, mulai dari pergeseran model bisnis hingga bagaimana menjamin keamanan koleksi dan keselamatan pekerja.[1]
Sebagian besar institusi budaya di seluruh dunia menutup situs fisik mereka sejak Maret 2020 sampai waktu yang belum ditentukan. Museum dan pusat seni/budaya lainnya dikategorikan sebagai layanan non esensial sehingga harus berhenti seluruh kegiatan operasionalnya.[2] Pameran, pertunjukan, dan seluruh kegiatan kunjungan, juga harus ditunda atau dibatalkan. Untuk tetap dapat menjangkau masyarakat, banyak dari mereka yang akhirnya memaksimalkan penggunaan platform daring. Inisiatif ini juga didorong oleh fenomena kenaikan jumlah kunjungan virtual selama masa pandemi.[2] Hak akses terhadap peninggalan budaya sendiri merupakan salah satu hak asasi manusia sebagaimana yang tercantum dalam Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia PBB 1948.[3]