Fana’ menurut disiplin ilmu tasawuf adalah lenyap dari sifat manusiawi yang terbelenggu dengan berbagai tuntutan syahwat dan hawa nafsu, hal keadaan tumpuan ingatan hati hanya tenggelam dalam menghayati sifat kesempurnaan dan keagungan Allah SWT. Hal demikian adalah karena fana merupakan kesadaran tingkat tinggi dan tumpuan ingatan yang jitu yang hanya tertuju kepada Allah SWT hingga ingatan dan perasaan terhadap perkara lain menjadi tumpul seolah-olah lenyap dari ingatan.
Walaupun begitu, dalam wacana pemikiran akidah, banyak ditimbulkan isu-isu yang berkaitan dengan kesalah-pahaman dan penyelewengan terhadap institusi tarekat, khususnya yang berkaitan dengan konsep fana’. Konsep kefanaan adalah salah satu konsep yang terkandung dalam disiplin ilmu tasawuf.
Dorongan melalui proses ini bukanlah hal asing di mata tokoh-tokoh sufi Nusantara seperti Syekh Hamzah Fansuri. Ini karena konsep kefanaan dianggap sebagai aspek penting untuk mencapai kesempurnaan ma’rifah Allah SWT. Istilah fana’ dapat dirumuskan sebagai suatu kesadaran memori yang tinggi dan kuat yang hanya berfokus kepada Allah SWT sampai ingatannya terhadap selain Allah SWT menjadi tumpul, seolah-olah tidak dalam memori. Dengan kata lain, kehilangan kesadaran makhluk adalah karena seluruh fokus hanya kepada Allah SWT.
Sudah menjadi kebiasaan dalam disiplin ilmu tasawuf, konsep fana’ selalu terhubung dengan istilah baqa’. Menurut al-Qushayri (w. 465H), fana’ adalah hilang sifat-sifat tercela (negatif), sementara kata baqa’ berarti muncul sifat-sifat terpuji (positif) dalam diri seorang sufi. Adapun menurut al-Kalabazi (w. 380H) dari titik penerapan, baqa’ selalu menyertai kefanaan. Ini karena ketika dalam kefanaan, setiap tindakan sufi diatur dan ada dalam pengawasan Allah SWT.
Dalam kasus ini, al-Junayd (w. 279H), menggambarkan mereka yang telah mencapai maqam fana’ tidak akan dikembalikan ke sifat mazmumahnya. Ini disebabkan oleh fokus kesadaran ingatan kepada Allah SWT menjadikan berbagai sifat tercela terkikis dari hati seorang sufi. Adapun maksud maqam baqa’ yang mengiringi fana’ adalah kondisi sufi yang berada dalam keridhaan Allah SWT dan setiap perbuatan sufi bukan lagi untuk kepentingan dirinya semata-mata malah mengutamakan Allah SWT dalam setiap tingkah dan perbuatannya.