Kabupaten Mesuji | |
---|---|
Transkripsi bahasa daerah | |
• Lampung | ![]() |
Motto: Bumi Ragab Begawe Caram (Lampung) Kerja cepat, damai, dan bergotong royong | |
![]() Peta | |
Koordinat: 4°02′38″S 105°24′05″E / 4.0439°S 105.4013°E | |
Negara | ![]() |
Provinsi | Lampung |
Tanggal berdiri | 26 November 2008[1] |
Dasar hukum | UU Nomor 49 Tahun 2008[1] |
Ibu kota | Wiralaga Mulya |
Jumlah satuan pemerintahan | Daftar
|
Pemerintahan | |
• Bupati | Febrizal Levi Sukmana (Pj.) |
• Wakil Bupati | lowong |
• Sekretaris Daerah | Syamsudin |
Luas | |
• Total | 2.184 km2 (843 sq mi) |
Populasi | |
• Total | 231.532 |
• Kepadatan | 106/km2 (270/sq mi) |
Demografi | |
• Agama | Islam 95,37% Hindu 2,53% Kristen 1,74% –Protestan 1,39% –Katolik 0,35% Buddha 0,10% Lainnya 0,26%[3] |
• IPM | ![]() Sedang[4] |
Zona waktu | UTC+07:00 (WIB) |
Kode BPS | |
Kode area telepon | +62 726 |
Pelat kendaraan | BE xxxx L** |
Kode Kemendagri | 18.11 ![]() |
DAU | Rp 460.436.158.000,- (2020)[5] |
Situs web | http://www.mesujikab.go.id |
Mesuji adalah kabupaten di Provinsi Lampung, Indonesia. Ibu kotanya adalah Wiralaga Mulya. Kabupaten Mesuji terletak di ujung timur laut wilayah Provinsi Lampung yang berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Selatan. Mesuji merupakan kabupaten dengan jarak terjauh dari Kota Bandar Lampung yang merupakan ibukota Provinsi Lampung.[2]
Nama Mesuji diambil dari Sungai Mesuji yang membatasi wilayah Lampung dengan Sumatera Selatan. Kabupaten Mesuji berbatasan dengan Kecamatan Mesuji di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan yang juga memakai nama sungai ini.
Sejarah Mesuji di zaman modern banyak diwarnai dengan konflik pertanahan skala besar yang menimbulkan banyak korban jiwa, salah satunya yang pernah terjadi di tahun 2009-2011. Konflik terjadi antara masyarakat dengan kubu perusahaan sawit yang mendapat Hak Pengelolaan Hutan (HPH) dan Hak Guna Usaha (HGU) pada masa Orde Baru. Bentrok tak terhindarkan antara masyarakat, aparat keamanan, dan Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa (Pam Swakarsa) yang berperan sebagai tenaga keamanan perusahaan sawit yang melakukan kekerasan dan intimidasi terhadap warga. Konflik kembali terjadi di tahun 2019, kali ini antar dua kelompok warga yang merasa berhak mengelola hutan Register 45 sehingga timbul 5 korban jiwa.[6]