Kepangeranan (Kerajaan) Kusan adalah kerajaan terluas yang menguasai kawasan sebelah tenggara provinsi Kalimantan Selatan, sekarang wilayah kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Kotabaru.
Latar belakang kawasan ini sebelumnya di bawah kekuasaan Pangeran Purabaya. Salah seorang putra Sultan 'Inayatullah menikah dengan putri bansawan Bugis atau Makassar. Dari perkawinan ini lahirlah Pangeran Purabaya. Pangeran Purabaya memperoleh kawasan itu sebagai tanah apanase dengan luas wilayah sekitar sepertiga wilayah kerajaan Banjar saat itu. Ia salah seorang cucu Sultan Banjar yang menjadi pimpinan oposisi menentang pemerintahan Raja Banjar Sultan Amarullah Bagus Kesuma. Ketika itu Pangeran Purabaya dan putranya, Gusti Busu membuat basis perlawanan di Pulau Laut, namun akhirnya berhasil ditumpas oleh pasukan Pangeran Purba Negara dan Pangeran Nata Dilaga yang didatangkan dari pusat kerajaan Banjar.
Di bekas wilayah Kerajaan ini mulai dirintis kembali oleh Pangeran Muhammad dari Banjar (wafat 1761), ketika ia keluar dari istana untuk bermukim di kawasan pesisir kalimantan Selatan untuk sementara. Putranya, Pangeran Amir (Sultan Amir) yang sebelumnya tinggal di istana Martapura pindah ke kawasan ini sekitar tahun 1783, sebagai basis perlawanan untuk merebut tahta walinya Sultan Tahmidillah II. Pangeran Amir inilah yang dianggap sebagai Raja Kusan yang pertama.
Pada masa raja Tanah Bumbu, Gusti Besar (1820-1830), Pangeran Haji Muhammad keturunan Pangeran Dipati Tuha Raja Tanah Bumbu I mulai menetap di kawasan ini, tepatnya di kawasan Sela Selilau. Putranya, Gusti Musa atau Gusti Muso (Pangeran Haji Musa) ditempatkan oleh Ratu Intan I (selaku pewaris kerajaan Tanah Bumbu) untuk menduduki jabatan kepala daerah Batulicin (1832) dan kepala daerah Bangkalaan (1838-1840).
Kepangeranan (Kerajaan) Kusan setelah bergabung dengan Hindia Belanda disebut Landschap Kusan.
Ibu kotanya Praboekarta (Bedawangan).[1]
Landschap Koesan adalah kerajaan terluas yang pernah berdiri di wilayah Tanah Kusan yaitu daerah aliran sungai Kusan dari Salimuran ke arah hulu sungainya (di kecamatan Kusan Hulu, Kusan Tengah, Kuranji dan Sela Selilau (sekarang kecamatan Karang Bintang dan Mantewe). Wilayah ini sekarang termasuk dalam wilayah Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Wilayah Tanah Kusan bertetangga dengan wilayah kerajaan Tanah Bumbu (yang terdiri atas negeri-negeri: Batu Licin, Cantung, Buntar Laut, Bangkalaan, Tjingal, Manunggul, Sampanahan). Di dalam wilayah Tanah Kusan tersebut juga terdapat Kerajaan Pagatan. Wilayah ini semula merupakan sebagian dari wilayah Kesultanan Banjar yang diserahkan oleh Sunan Nata Alam kepada VOC-Belanda pada 13 Agustus 1878.
Landschap Koesan terletak di subdivisi bagian timur Kalimantan. Subdivisi Timur mengelola urusan Kerajaan Tanah Bumbu, Pasir, Kutai, Sambaliung, Gunung Tabur, dan Bulungan, dan kabupaten Tidung dan Kusan, yang, sejak tahun 1845, juga memiliki Batu Licin dan Pulau Laut.[2]
Pada tahun 1855, daerah ini dinamakan Tanah Boemboe yang terdiri rijk van Pagattan, Koessan, Batoe-Litjin, Laut-poeloe, Bangkalaan, Tjingal, Menoenggoel, Tjantong, Sampanahan, Boentar-Laut en Sabamban..[3]
Sejak tahun 1855 Landschap Koesan memiliki Pulau Laut sebagai bagian wilayahnya.[4]
Koesan, landschap in Borneo's Zuid- en Oosterafdeeling, grenzende ten Westen aan het voormalig rijk Bandjermasin, ten Zuid-Westen aan Tanah Laut, ten Zuid-Oosten aan zee, ten Oosten aan de straat die Poeloe Laut van den vasten wal scheidt en ten Noorden aan Tanah Boemboe. Het beslaat eene oppervlakte van 73.7 vierkante geographische mijlen, en is verdeeld in verscheidene distrikten, waarvan Koesan, Sela, Selillau en Tamoeni de voornaamste zijn. Onder dit landschap behoort Batoe Litjin en sedert 1855 Poeloe Laut. Het wordt door eenen Mohammedaanschen Pangeran bestuurd en het grootste gedeelte der bevolking, welke op ongeveer 1,600 zielen geschat wordt, is Mohammedaansch.
In Sela, Selillau cn Tamoeni worden goudmijnen gevonden en in de heuvelstreken zijn uitgestrekte en rijke diamantmijnen. Kuituur bestaat er niet; de bodem is bedekt met bosschen van ijzerhout en rotan, die overvloed van *as, honig en damar opleveren. De meeste levensbehoeften moeten van Pagatan worden aangebragt.
De rivier van Koesan heeft harén oorsprong op den berg Happarie, is aanzienlijk, en valt in eene noord-westwaartsche rigting in de straat van Poeloe Laut.te
Koesan, lansekap di bagian Selatan dan Timur Kalimantan, berbatasan dengan Barat di bekas kekaisaran Bandjermasin, barat daya di Tanah Laut, tenggara di tepi laut, timur di jalan Poeloe Laut dari daratan memisahkan dan ke utara ke Tanah Boemboe. Ini mencakup area seluas 73,7 mil persegi geografis, dan dibagi menjadi beberapa distrik, dimana Kusan, Sela, Selillau dan Tamoeni adalah yang paling penting. Di bawah lanskap ini Batoe Litjin dan sejak 1855 Poeloe Laut. Ini diperintah oleh Pangeran beragama Islam dan bagian terbesar dari populasi, diperkirakan sekitar 1.600 jiwa, adalah Mohammedan (Muslim).
Di Sela, Selillau dan Tamoeni, tambang emas ditemukan dan di perbukitan ada tambang berlian yang luas dan kaya. Tidak ada budaya; bagian bawah ditutupi dengan kayu dari kayu ulin dan rotan, yang menghasilkan kelimpahan abu, madu dan damar. Sebagian besar kebutuhan hidup harus dibawa dari Pagatan.
Sungai Kusan berasal dari gunung Happarie, cukup besar, dan jatuh ke arah barat laut di jalan Poeloe Laut.
Kerajaan Kusan pada mulanya didirikan Pangeran Amir bin Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah, keturunan dari Sultan Kuning (Hamidullah), Sultan Banjar. Kerajaan Kusan lebih dulu berdiri sebelum Kerajaan Pagatan. Pada tahun 1832, Pangeran Haji Musa menjadi Raja Bangkalaan dan Raja Batulicin[5] merupakan ipar dari Sultan Adam, Sultan Banjarmasin. Pada tahun 1840, Pangeran Muhammad Nafis putera Pangeran Haji Musa sebagai Raja Kusan.
Penguasa kerajaan Kusan bergelar Pangeran (bukan Sultan), Belanda menyebutnya de Pangeran van Koessan.[6]