Melayu ( Mo - Lo - Yeu ) | |||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
645 - 682 1028 - 1286 1347 - .... | |||||||||||||
Peta kerajaan-kerajaan purba (kadatuan) Melayu yang bersifat Hindu-Buddha, sebelum perluasan dan penaklukan oleh Kemaharajaan Sriwijaya pada sekitar akhir abad ke-7 masehi. Negeri-negeri atau kadatuan-kadatuan Melayu ini terletak di kedua tepi Selat Malaka, yaitu di Swarnadwipa dan Semenanjung Melayu. Kerajaan-kerajaan ini antara lain Kerajaan Melayu (Muaro Jambi), Sriwijaya (Palembang), Langkasuka (Kedah), dan lain-lain. | |||||||||||||
Ibu kota | Minanga Dharmasraya Pagaruyung | ||||||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Melayu Kuno, Sanskerta | ||||||||||||
Agama | Buddha Vajrayana, Buddha Mahayana, Buddha Hinayana, Hindu | ||||||||||||
Pemerintahan | Monarki | ||||||||||||
Maharaja | |||||||||||||
• 1183 | Trailokyaraja | ||||||||||||
• 1286 - 1316 | Tribhuwanaraja | ||||||||||||
• 1316 - 1347 | Akarendrawarman | ||||||||||||
• 1347 - 1375 | Adityawarman | ||||||||||||
• 1375 - 1417 | Ananggawarman | ||||||||||||
• 1417 - 1440 | Wijayawarman | ||||||||||||
• 1440 - 1470 | Puti Panjang Rambut II | ||||||||||||
Mata uang | Koin emas dan perak | ||||||||||||
| |||||||||||||
Sekarang bagian dari | |||||||||||||
Bagian dari seri mengenai |
---|
Sejarah Indonesia |
Garis waktu |
Portal Indonesia |
Kerajaan Melayu (juga dikenal sebagai Malayu, Malayapura atau Kerajaan Dharmasraya atau Kerajaan Jambi; Hanzi: 末羅瑜國; Pinyin: Mòluóyú Guó, penyebutan bahasa Tiongkok pertengahan yang direkonstruksi mat-la-yu kwok)[1][2][3] merupakan sebuah nama kerajaan yang berada di Pulau Sumatra. Dari bukti dan keterangan yang disimpulkan dari prasasti dan berita dari Tiongkok, keberadaan kerajaan yang mengalami naik turun ini dapat diketahui dimulai pada abad ke-7 yang berpusat di Minanga, pada abad ke-13 yang berpusat di Dharmasraya dan diawal abad ke-15 berpusat di Suruaso[4] atau Pagaruyung.[5]
Kerajaan ini berada di pulau Swarnadwipa atau Swarnabumi (Thai:Sovannophum) yang oleh para pendatang disebut sebagai pulau emas yang memiliki tambang emas, dan pada awalnya mempunyai kemampuan dalam mengontrol perdagangan di Selat Melaka sebelum akhirnya terintegrasi dengan Kerajaan Sriwijaya (Thai:Sevichai) pada tahun 682.[6]
Penggunaan kata Melayu, telah dikenal sekitar tahun 100–150 seperti yang tersebut dalam buku Geographike Sintaxis karya Ptolemy yang menyebutkan maleu-kolon.[7] Kemudian dalam kitab Hindu Purana pada zaman Gautama Buddha terdapat istilah Malaya dvipa yang berarti "Pulau Melayu".