Negeri Kesultanan Serdang Darul Arif نݢري کسلطانن سردڠ دار العاريف | |||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1723–Sekarang | |||||||||||
Wilayah Kesultanan Serdang dan beberapa kerajaan Melayu di Sumatra Timur pada 1930 | |||||||||||
Ibu kota | |||||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Melayu | ||||||||||
Agama | Islam (Resmi) | ||||||||||
Pemerintahan | Monarki Kesultanan | ||||||||||
Sultan | |||||||||||
• 1723–1782 | Tuanku Umar Johan Pahlawan Alam Shah | ||||||||||
• 1881–1946 | Sultan Sulaiman Syariful Alam Shah | ||||||||||
• 1997-2022 | Sultan Abunawar Sinar Shariful Alam Shah | ||||||||||
• 2002–2011 | Sultan Luckman Sinar Bashar Shah II | ||||||||||
• 2011–Sekarang | Sultan Achmad Thalaa Shariful Alam Shah | ||||||||||
Sejarah | |||||||||||
• Pendirian | 1723 | ||||||||||
1946 Sekarang | |||||||||||
| |||||||||||
Kesultanan Serdang (nama resminya Negeri Kesultanan Serdang Darul Arif) adalah sebuah kesultanan yang berdiri pada tahun 1723 dan kemudian bergabung dengan Republik Indonesia tahun 1945.[1] Kesultanan ini berpisah dari Deli dan menjadi subjek negara baru setelah Raja Urung Kedatukan Sunggal menobatkan raja pertama akibat sengketa takhta di internal Deli pada tahun 1720. Seperti kerajaan-kerajaan lain di Sumatra Timur, Serdang menjadi makmur karena dibukanya perkebunan tembakau, karet, dan kelapa sawit.
Serdang ditaklukkan tentara Hindia Belanda pada tahun 1865. Berdasarkan perjanjian yang ditandatangani tahun 1907, Serdang mengakui kedaulatan Belanda, dan tidak berhak melakukan hubungan luar negeri dengan negara lain. Dalam Revolusi Sosial Sumatra Timur tahun 1946, Sultan Serdang saat itu menyerahkan kekuasaannya pada aparat Republik. Namun, berbeda dengan yang terjadi di beberapa kesultanan Sumatra Timur, karena Sultan dan pejabat kesultanan ketika itu merupakan pendukung Republik, maka tidak terjadi kerusuhan yang mengakibatkan korban jiwa di Serdang, dan istana Kesultanan Serdang tidak menjadi sasaran penjarahan massa.[1]
Institusi Kesultanan Serdang masih berdiri sampai sekarang, serta masih melestarikan adat istiadatnya secara turun temurun, meski sudah tidak memiliki kekuasaan dalam politik dan pemerintahan. Namun, dalam hal-hal tertentu, pemerintah juga mengambil keputusan bersama dengan pihak kesultanan, khususnya mengenai masalah sosial dan kebudayaan. Wilayah Kesultanan Serdang kini menjadi Kabupaten Serdang Bedagai, Kota Tebing Tinggi, serta sebagian Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.