Khālid bin al-Walīd خالد بن الوليد | |
---|---|
Julukan | Pedang Allah Yang Terhunus |
Lahir | 585 Makkah, Jazirah Arab |
Meninggal | 642 (umur 57) Homs, Syam |
Dikebumikan | Masjid Khalid bin al-Walid |
Pengabdian | Kekhalifahan Rasyidin |
Dinas/cabang | Pasukan Rasyidin |
Lama dinas | 632–638 |
Pangkat | Panglima tertinggi |
Kesatuan | Pengawal berkuda |
Komandan | Panglima tertinggi (632–634) Komandan lapangan (634–638) Komandan Pengawal berkuda (634–638) Gubernur Militer Irak (633–634) Gubernur Chalcis (Qinnasrin), Suriah(637–638) |
Perang/pertempuran | Pertempuran Uhud (625) Pertempuran Mu'tah (629) Pembebasan Mekkah (629/30) Pertempuran Hunain (630) Perang Riddah
|
Pasangan |
|
Anak |
|
Abū Sulaimān Khālid bin al-Walīd bin al-Mughīrah al-Makhzūmī (bahasa Arab: أبو سليمان خالد بن الوليد بن المغيرة المخزومي; 585–642), meninggal 642 M) adalah seorang komandan Muslim Arab yang melayani nabi Islam Muhammad, khalifah Rasyidin Abu Bakar (m. 632–634) dan Umar bin Khattab (m. 634–644). Dia memainkan peran militer utama dalam Perang Riddah melawan suku-suku pemberontak di Arabia pada tahun 632–633, penaklukan Persia oleh Muslim pada tahun 633–634 dan penaklukan Suriah oleh Muslim pada tahun 634–638.
Khalid merupakan seorang prajurit berkuda dari klan aristokrat suku Quraisy, Makhzum, yang sebelumnya dengan gigih menentang Muhammad. Ia memainkan peran penting dalam mengalahkan pasukan Muslim di Pertempuran Uhud pada tahun 625 M. Setelah ia masuk Islam pada tahun 627 M atau 629 M, ia diangkat menjadi komandan oleh Muhammad, yang memberikan gelar Saifullah ('Pedang Allah') kepadanya. Khalid mengoordinasi penarikan pasukan Muslim secara aman selama ekspedisi yang gagal ke Mu'ta melawan sekutu Arab dari Bizantium pada tahun 629 dan memimpin kontingen Badui dari tentara Muslim selama perebutan Makkah dan Pertempuran Hunain pada sekitar tahun 630. Setelah wafatnya Muhammad, Khalid ditunjuk untuk menekan atau menundukkan suku-suku Arab di Najd dan Yamama (keduanya wilayah di Arabia tengah) yang menentang negara Muslim yang baru lahir, mengalahkan para pemimpin pemberontak Thulaihah pada Pertempuran Buzakhah pada tahun 632 dan Musailamah pada Pertempuran Aqraba pada tahun 633.
Khalid kemudian bergerak melawan suku-suku Arab yang sebagian besar beragama Kristen dan garnisun Persia Sasaniyah di lembah Efrat di Irak. Dia ditugaskan kembali oleh Abu Bakar untuk memimpin pasukan Muslim di Suriah dan dia memimpin anak buahnya di sana dalam sebuah pergerakan yang tidak konvensional melintasi hamparan Gurun Suriah yang panjang dan tak berair, mendongkrak reputasinya sebagai ahli strategi militer. Sebagai hasil dari kemenangan yang menentukan melawan Bizantium di Ajnadain (634), Fahl (634 atau 635), Damaskus (634–635) dan Yarmuk (636), kaum Muslim di bawah Khalid berhasil menguasai sebagian besar Suriah. Dia kemudian diturunkan dari komando tinggi oleh Umar. Khalid melanjutkan tugasnya sebagai letnan kunci dari penggantinya, Abu Ubaidah bin al-Jarrah dalam pengepungan Homs dan Aleppo dan Pertempuran Qinnasrin, semuanya pada tahun 637–638, yang secara kolektif memicu mundurnya pasukan kekaisaran Bizantium di bawah Kaisar Heraklius dari Suriah. Umar memberhentikan Khalid dari jabatannya sebagai gubernur Qinnasrin sesudahnya dan ia meninggal di Madinah pada tahun 642.
Khalid secara umum dianggap oleh para sejarawan sebagai salah satu jenderal Islam awal yang paling cakap dan berpengalaman. Pencapaiannya dikenang secara luas oleh umat muslim Arab. Riwayat-riwayat Islam memuji Khalid atas taktik medan perang dan kepemimpinannya yang efektif pada penaklukan-penaklukan awal yang dilancarkan oleh umat Muslim, tetapi juga menudingnya telah mengeksekusi secara ilegal anggota suku Arab yang telah memeluk Islam, yaitu anggota-anggota Bani Jadhima selama masa hidup Muhammad dan Malik bin Nuwairah selama perang Riddah, begitupula pelanggaran moral dan fiskal di Suriah. Kemasyhuran militernya meresahkan beberapa Muslim awal yang saleh, termasuk Umar bin Khattab, yang takut hal itu dapat berkembang menjadi kultus terhadap individu.