Artikel ini memberikan informasi dasar tentang topik kesehatan. |
Leiomioma Uteri | |
---|---|
Leiomioma uteri yang terlihat pada laparaskopi | |
Informasi umum | |
Nama lain | Uterus fibroid, mioma uteri, mioma, fibromioma, fibroleiomioma |
Spesialisasi | Ginekologi |
Penyebab | Tidak diketahui |
Faktor risiko | Riwayat keluarga, obesitas, daging merah |
Aspek klinis | |
Gejala dan tanda | nyeri atau haid berlebih |
Komplikasi | Infertilitas |
Awal muncul | Pertengahan usia produktif |
Diagnosis | Pemeriksaan pelvis, pencitraan dengan modalitas |
Kondisi serupa | Leiomiosarcoma, kehamilan, kista ovarium, kanker ovarium[1] |
Perawatan | Medikamentosa, operasi, embolisasi arteri uterus |
Pengobatan | Ibuprofen, parasetamol (asetaminofen), suplemen zat besi, agonis hormon pelepas gonadotropin |
Prognosis | Akan sembuh saat menopause |
Mioma uteri, leiomioma uteri, atau fibroid uterus adalah tumor jinak rahim yang sering timbul pascamelahirkan. Leiomioma tidak memiliki potensi untuk berkembang menjadi kanker. Ukurannya bervariasi, dari ukuran yang sangat kecil yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan ultrasonografi hingga yang ukurannya sangat besar hingga menambah volume rahim dan penderita tampak seperti sedang hamil tua.[2][3][4][5]
Gejalanya adalah menstruasi yang berlebihan, menstruasi yang lebih dari 1 minggu, nyeri panggul, sering buang air kecil dan konstipasi.[2][3][4][5]
Penyebab pasti kondisi ini belum diketahui, tetapi dicurigai faktor hormonal, perubahan genetik, faktor pertumbuhan, matriks ekstraseluler berperan dalam proses terjadinya.[2][3][4][5]
Jumlah penderita belum diketahui secara akurat karena banyak yang tidak merasakan keluhan sehingga tidak segera memeriksakannya ke dokter, tetapi diperkirakan sekitar 20-30% terjadi pada wanita berusia di atas 35 tahun.