Operasi militer Indonesia di Aceh 1990–1998 | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Konflik di Aceh dan Separatisme di Indonesia | |||||||
![]() Lokasi Aceh di Indonesia | |||||||
| |||||||
Pihak terlibat | |||||||
Pendukung : ![]() | |||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||
![]() ![]() ![]() |
![]() ![]() | ||||||
Kekuatan | |||||||
![]() |
![]() | ||||||
Korban | |||||||
9.000-12.000 orang tewas[1] |
Bagian dari seri mengenai |
---|
Sejarah Indonesia |
![]() |
Garis waktu |
![]() |
Operasi militer Indonesia di Aceh 1990-1998 atau juga disebut Operasi Jaring Merah adalah operasi kontra-pemberontakan yang diluncurkan pada awal 1990-an sampai 22 Agustus 1998 melawan gerakan separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh. Selama periode tersebut, Aceh dinyatakan sebagai "Daerah Operasi Militer" (DOM), di mana Angkatan Bersenjata Republik Indonesia diduga melakukan pelanggaran hak asasi manusia dalam skala besar dan sistematis terhadap pejuang GAM maupun rakyat sipil Aceh.[2] Operasi ini ditandai sebagai perang paling kotor di Indonesia yang melibatkan eksekusi sewenang-wenang, penculikan, penyiksaan dan penghilangan, dan pembakaran desa.[3] Amnesty International menyebut diluncurkannya operasi militer ini sebagai "shock therapy" bagi GAM.[4]
Desa yang dicurigai menyembunyikan anggota GAM dibakar dan anggota keluarga tersangka militan diculik dan disiksa.[4] Diperkirakan lebih dari 300 wanita dan anak di bawah umur mengalami perkosaan [5] dan antara 9.000-12.000 orang, sebagian besar warga sipil tewas antara tahun 1989 dan 1998 dalam operasi ABRI tersebut.[1]
Operasi ini berakhir dengan penarikan hampir seluruh personel ABRI yang terlibat atas perintah Presiden BJ Habibie pada tanggal 22 Agustus 1998 setelah jatuhnya Presiden Soeharto dan berakhirnya era Orde Baru.