Pemberontakan Trunajaya

Pemberontakan Trunajaya

Pertempuran antara tentara VOC dan Trunajaya, digambarkan di sebuah buku cerita Belanda tahun 1890.
Tanggal16741680 (peperangan utama);
Pemberontakan Pangeran Puger hingga 1681
LokasiPulau Jawa (sekarang bagian Indonesia)
Hasil Kemenangan Mataram dan VOC
Pihak terlibat
Pasukan Trunajaya
Pasukan dari Makassar
Didukung oleh:
Kesultanan Banten[a]
Pengklaim tandingan terhadap takhta Mataram (setelah 1677)
Tokoh dan pemimpin
Amangkurat I X
Amangkurat II
Cornelis Speelman
Anthonio Hurdt
Jacob Couper
Arung Palakka
Trunajaya Menyerah Dihukum mati
Karaeng Galesong
Panembahan Rama Dihukum mati
Panembahan Giri Dihukum mati
(1677–1681)
Pangeran Puger Menyerah
Kekuatan
Pasukan Mataram:
"Jauh lebih besar" dari 9.000 (1676)[1]
13.000 (akhir 1678)[2]
Pasukan Ponorogo:
1.000 (1677)[3]
Pasukan VOC:
1.500 (1676)[4]
1.750 (1678)[5]
Pasukan Bugis:
1.500 (1678)[6]
6.000 (1679)[7]
Total: 16,250 (1678)
Pasukan Trunajaya:
9.000 (1676)[1]
14.500 (1678)[b][5]
Pasukan Pangeran Puger:
10.000 (Agu. 1681)[8]

Pemberontakan Trunajaya (juga dieja Pemberontakan Trunojoyo atau Perang Trunajaya) adalah pemberontakan yang dilakukan oleh Trunajaya asal Madura dan sekutunya dari Makassar terhadap Kesultanan Mataram yang dibantu oleh Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) di Jawa pada dekade 1670-an, dan berakhir dengan kemenangan Mataram dan VOC.

Perang ini berawal dengan kemenangan pihak pemberontak: pasukan Trunajaya mengalahkan pasukan kerajaan di Gegodog (1676), lalu berhasil menduduki hampir seluruh pantai utara Jawa dan merebut keraton Mataram di Keraton Plered (1677). Raja Amangkurat I meninggal ketika melarikan diri dari keraton. Ia digantikan oleh anaknya, Amangkurat II yang meminta bantuan kepada VOC dan Bupati Ponorogo serta menjanjikan pembayaran dalam bentuk uang dan wilayah. Keterlibatan VOC berhasil membalikkan situasi. Pasukan VOC dan Mataram merebut kembali daerah Mataram yang diduduki, dan merebut ibu kota Trunajaya di Kediri (1678). Pemberontakan terus berlangsung hingga dekat keraton yang dijaga pasukan Ponorogo hingga Trunajaya ditangkap VOC pada akhir 1679, dan juga kekalahan, kematian atau menyerahnya pemimpin pemberontakan lain (1679–1680). Trunajaya menjadi tawanan VOC, tetapi dibunuh oleh Amangkurat II saat kunjungan raja pada 1680.[9]

Selain Trunajaya dan sekutunya, Amangkurat II juga menghadapi upaya-upaya lain untuk merebut takhta Mataram pasca kematian ayahnya. Rival paling serius adalah adiknya, Pangeran Puger (kelak Pakubuwana I) yang merebut Keraton Plered setelah ditinggalkan pasukan Trunajaya pada 1677 dan baru menyerah pada 1681.


Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/> yang berkaitan

  1. ^ a b Andaya 1981, hlm. 214–215.
  2. ^ Ricklefs 1993, hlm. 50.
  3. ^ babad Yogyakarta via Humas DIY 2019, hlm. 01.
  4. ^ Ricklefs 1993, hlm. 35.
  5. ^ a b Ricklefs 1993, hlm. 51.
  6. ^ Andaya 1981, hlm. 218.
  7. ^ Andaya 1981, hlm. 221.
  8. ^ Ricklefs 2008, hlm. 94.
  9. ^ Mahany, Andry Trisandy (2019-08-25). "Muhibah Budaya di Ponorogo, Ngumpulke Balung Pisah". Portaljogja (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-11-29. 

From Wikipedia, the free encyclopedia · View on Wikipedia

Developed by Nelliwinne