Pemberontakan Trunajaya | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Pertempuran antara tentara VOC dan Trunajaya, digambarkan di sebuah buku cerita Belanda tahun 1890. | |||||||
| |||||||
Pihak terlibat | |||||||
|
Pasukan Trunajaya Pasukan dari Makassar Didukung oleh: Kesultanan Banten[a] Pengklaim tandingan terhadap takhta Mataram (setelah 1677) | ||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||
Amangkurat I X Amangkurat II Cornelis Speelman Anthonio Hurdt Jacob Couper Arung Palakka |
Trunajaya Karaeng Galesong Panembahan Rama Panembahan Giri (1677–1681) Pangeran Puger | ||||||
Kekuatan | |||||||
Pasukan Mataram: "Jauh lebih besar" dari 9.000 (1676)[1] 13.000 (akhir 1678)[2] Pasukan Ponorogo: 1.000 (1677)[3] Pasukan VOC: 1.500 (1676)[4] 1.750 (1678)[5] Pasukan Bugis: 1.500 (1678)[6] 6.000 (1679)[7] Total: 16,250 (1678) |
Pasukan Trunajaya: 9.000 (1676)[1] 14.500 (1678)[b][5] Pasukan Pangeran Puger: 10.000 (Agu. 1681)[8] |
Pemberontakan Trunajaya (juga dieja Pemberontakan Trunojoyo atau Perang Trunajaya) adalah pemberontakan yang dilakukan oleh Trunajaya asal Madura dan sekutunya dari Makassar terhadap Kesultanan Mataram yang dibantu oleh Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) di Jawa pada dekade 1670-an, dan berakhir dengan kemenangan Mataram dan VOC.
Perang ini berawal dengan kemenangan pihak pemberontak: pasukan Trunajaya mengalahkan pasukan kerajaan di Gegodog (1676), lalu berhasil menduduki hampir seluruh pantai utara Jawa dan merebut keraton Mataram di Keraton Plered (1677). Raja Amangkurat I meninggal ketika melarikan diri dari keraton. Ia digantikan oleh anaknya, Amangkurat II yang meminta bantuan kepada VOC dan Bupati Ponorogo serta menjanjikan pembayaran dalam bentuk uang dan wilayah. Keterlibatan VOC berhasil membalikkan situasi. Pasukan VOC dan Mataram merebut kembali daerah Mataram yang diduduki, dan merebut ibu kota Trunajaya di Kediri (1678). Pemberontakan terus berlangsung hingga dekat keraton yang dijaga pasukan Ponorogo hingga Trunajaya ditangkap VOC pada akhir 1679, dan juga kekalahan, kematian atau menyerahnya pemimpin pemberontakan lain (1679–1680). Trunajaya menjadi tawanan VOC, tetapi dibunuh oleh Amangkurat II saat kunjungan raja pada 1680.[9]
Selain Trunajaya dan sekutunya, Amangkurat II juga menghadapi upaya-upaya lain untuk merebut takhta Mataram pasca kematian ayahnya. Rival paling serius adalah adiknya, Pangeran Puger (kelak Pakubuwana I) yang merebut Keraton Plered setelah ditinggalkan pasukan Trunajaya pada 1677 dan baru menyerah pada 1681.
Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref>
untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/>
yang berkaitan