Penyimpanan makanan atau bahan makanan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mencegah pembusukan makanan sehingga dapat memperpanjang masa penyimpanan, menjaga kualitas dan ketersediaan makanan di sepanjang waktu. Berdasarkan ketahanannya, makanan dapat dikategorikan menjadi tiga jenis, yaitu makanan tahan lama, makanan semi-tahan lama dan makanan tidak tahan lama. Metode penyimpanan makanan telah dilakukan sejak masih berupa bahan makanan segar (hasil panen). Kemudian dilakukan pula saat pengolahan, pemrosesan, pengemasan hingga pendistribusian produk. Ada pun teknologi penyimpanan makanan yang sering dilakukan antara lain dengan menggunakan bahan kimia dan mikroba (fermentasi), pengendalian kandungan air, struktur makanan (pengeringan, dehidrasi osmotik, aktivitas air dan penggunaan membran), penggunaan panas dan energi (pasteurisasi, pengalengan, pemasakan dan penggorengan, pembekuan-pencairan untuk makanan cair, pembekuan, oven gelombang mikro, ultrasonik, energi cahaya matahari, iradiasi, detak gelombang elektromagnetik, pemrosesan dengan tekanan tinggi, medan magnet dan kombinasi di antaranya).[1]
Penyimpanan bahan makanan yang tidak baik, terutama pada jasa boga dan katering, dapat membuat bahan makanan menjadi cepat rusak.[2] Tujuan penyimpanan makanan adalah untuk mencegah agar diri sendiri dan orang lain tidak terjangkit penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme, seperti Salmonella, E.coli dan C. botullinum yang dapat menyebabkan botulisme. Menjaga makanan tetap dingin pada suhu yang tepat dapat membantu mencegah atau memperlambat pertumbuhan bakteri ini.[3]