Fitnah Kedua | ||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Perang Saudara Islam awal | ||||||||
Kendali wilayah pada sekitar masa puncak perang (686) | ||||||||
| ||||||||
Pihak terlibat | ||||||||
Kekhalifahan Umayyah | Kekhalifahan Ibnu Zubair | Pendukung Banu Ali | ||||||
Tokoh dan pemimpin | ||||||||
Yazid bin Mu'awiyah Muslim bin Uqbah Marwan bin al-Hakam Abdul Malik bin Marwan Ubaidullah bin Ziyad (686) † Al-Hushain bin Numair (686) † Al-Hajjaj bin Yusuf |
Abdullah bin Zubair (692) † Mush'ab bin Zubair (691) † Ibrahim bin al-Asytar (691) † |
Husain bin Ali (680) † Sulaiman bin Surad (685) † Mukhtar ats-Tsaqafi (687) † Ibrahim bin al-Asytar (Membelot) |
Perang Saudara Islam II (atau disebut juga Fitnah Kedua)[a] adalah sebuah periode kekacauan politik dan militer yang melanda umat Islam pada masa-masa awal kekhalifahan Umayyah. Perpecahan ini terjadi setelah meninggalnya khalifah pertama Umayyah, yaitu Muawiyah pada 680 dan berlangsung selama sekitar dua belas tahun. Dalam perang ini, Dinasti Umayyah berhasil mengalahkan dua kelompok penentangnya: pendukung keluarga Ali yang awalnya dipimpin Husain bin Ali dan dilanjutkan Sulaiman bin Surad serta Mukhtar ats-Tsaqafi di Irak, maupun kekhalifahan tandingan yang didirikan Abdullah bin Zubair di Mekkah.
Perang ini berakar dari Perang Saudara Islam I (Fitnah Pertama). Setelah terbunuhnya khalifah ketiga Utsman bin Affan, umat Islam mengalami perang saudara untuk memperebutkan kepemimpinan, yang utamanya melibatkan Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sofyan. Setelah pembunuhan Ali pada 661 dan mundurnya penerusnya Hasan bin Ali pada tahun yang sama, Muawiyah menjadi penguasa tunggal umat Islam. Sebelum Muawiyah meninggal, ia menunjuk putranya Yazid sebagai pewaris takhta. Tindakan ini banyak ditentang karena penunjukan penerus melalui garis keturunan belum pernah dilakukan dalam sejarah Islam. Hal ini memicu ketegangan sepeninggal Muawiyah dan setelah berpindahnya tampuk kekhalifahan ke tangan Yazid. Husain bin Ali diajak oleh pendukung keluarganya di Kufah untuk melengserkan Dinasti Umayyah, tetapi ia terbunuh dalam perjalanan ke Kufah dalam Pertempuran Karbala pada Oktober 680. Abdullah bin Zubair melancarkan perlawanan terhadap Yazid yang berpusat di Mekkah dan meluas hingga Madinah serta seluruh Hijaz berada di bawah pengaruhnya. Yazid mengirim pasukannya untuk menyerang Madinah dan Mekkah, tetapi ia meninggal pada November 683. Sepeninggal Yazid, seluruh wilayah kekhalifahan (kecuali Syam) melepaskan diri dari kekuasaan Umayyah dan hampir seluruhnya tunduk kepada Ibnu Zubair. Di Irak, muncul pemberontakan pendukung keturunan Ali. Menyesali kematian Husain, 4.000 warga Kufah yang dipimpin Sulaiman bin Surad berniat melawan Bani Umayyah hingga mati. Mereka terbunuh dalam Pertempuran Ain al-Wardah pada Januari 685. Mukhtar ats-Tsaqafi mengambil alih Kufah pada Oktober dan pasukannya mengalahkan pasukan Umayyah dalam Pertempuran Khazir pada Agustus 686. Mukhtar sendiri lalu menghadapi pendukung Ibnu Zubair dalam serangkaian pertempuran, dan terbunuh di Kufah pada April 687. Kekalahan Mukhtar menyisakan kubu Umayyah dan kubu Ibnu Zubair dalam perang ini. Selanjutnya, Abdul Malik bin Marwan menyusun kembali kekuatan Umayyah dan berhasil mengalahkan tentara Ibnu Zubair di Irak (Pertempuran Maskin) dan Hijaz (Pengepungan Mekkah) pada tahun 692.
Setelah peperangan ini, Abdul Malik melakukan perubahan struktur pemerintahan kekhalifahan Umayyah dengan meningkatkan kekuasaan pusat khalifah, serta mereformasi angkatan tentara dan birokrasi. Perkembangan yang terjadi selama perang saudara ini memperkuat perpecahan sektarian dan menyebabkan pengembangan doktrin-doktrin dalam agama Islam yang kelak menjadi bagian dari kelompok Sunni dan Syiah. Hingga saat ini Peristiwa Karbala yang terjadi dalam perang ini diperingati umat Muslim Syiah pada Hari Asyura.
Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref>
untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/>
yang berkaitan