| ||||||||||||||||||||||||||||||||||
Perang Enam Hari (bahasa Ibrani: מלחמת ששת הימים, Milhemet Syesyet Hayamim; bahasa Arab: حرب الأيام الستة, Harbul Ayyamus Sittah), yang disebut pula Musibah Kemunduran (bahasa Arab: النكسة, An-Naksah), Perang Juni, Perang Arab-Israel Ketiga, Perang Arab-Israel 1967, atau Perang 1967 (bahasa Arab: حرب ۱۹٦۷, Ḥarb 1967), adalah perang antara Israel dan tiga negara Arab tetangganya, yakni Mesir (kala itu bernama Republik Arab Bersatu), Yordania, dan Suriah, yang berlangsung dari tanggal 5–10 Juni 1967.
Hubungan antara Israel dan negara-negara jirannya tidak kunjung membaik selepas Perang Arab-Israel 1948. Pada tahun 1956, Israel menginvasi Semenanjung Sinai, dengan salah satu tujuan untuk membuka kembali Selat Tiran yang ditutup bagi industri pelayaran Israel oleh Mesir sejak tahun 1950. Israel dapat didesak mundur, tetapi berhasil memaksa Mesir menjamin keleluasaan kapal-kapal Israel untuk berlalu-lalang di Selat Tiran. Meskipun Pasukan Darurat Perserikatan Bangsa-Bangsa ditempatkan di sepanjang tapal batas kedua negara, tidak ada kesepakatan demiliterisasi.[21]
Situasi kian genting menjelang bulan Juni 1967. Israel mengulangi pernyataan pasca-1956 bahwa penutupan Selat Tiran bagi industri pelayarannya akan menjadi casus belli. Pada bulan Mei, Presiden Mesir, Gamal Abdul Nasir memaklumkan penutupan selat bagi kapal-kapal Israel, lalu mengerahkan angkatan bersenjata Mesir untuk berjaga-jaga di sepanjang tapal batas Israel. Pada tanggal 5 Juni, Israel melancarkan serangan yang diklaimnya sebagai serentetan serangan udara dini terhadap lapangan-lapangan terbang Mesir. Klaim-klaim dan klaim-klaim tandingan yang berkaitan dengan rentetan peristiwa ini merupakan salah satu dari sekian banyak kontroversi seputar Perang Enam Hari.
Mesir sama sekali tidak menduga serangan Israel, sehingga hampir seluruh kekuatan tempur udara Mesir binasa, sementara kekuatan tempur udara Israel hanya mengalami sedikit kerugian. Keadaan ini menjadikan Israel lebih unggul di udara. Pada saat yang sama, Israel juga melancarkan serangan darat ke daerah Jalur Gaza dan Semenanjung Sinai, yang juga tidak disangka-sangka oleh Mesir. Setelah bertahan menghadapi gempuran Israel selama beberapa waktu, Presiden Mesir, Gamal Abdul Nasir, memerintahkan evakuasi dari Semenanjung Sinai. Pasukan Israel bergerak cepat ke arah barat, memburu dan menghancurkan pasukan Mesir yang sedang ditarik mundur, dan berhasil menguasai Semenanjung Sinai.
Gamal Abdul Nasir berhasil menghasut Suriah dan Yordania untuk mulai menyerang Israel dengan memanfaatkan situasi yang masih belum menentu untuk mengklaim bahwa Mesir telah berhasil mematahkan serangan udara Israel. Serangan balasan Israel berhasil memaksa Yordania melepaskan daerah Yerusalem Timur dan daerah Tepi Barat, sementara Suriah terpaksa melepaskan daerah Dataran Tinggi Golan.
Pihak-pihak yang bertikai akhirnya bersedia menandatangani sebuah kesepakatan gencatan senjata pada tanggal 11 Juni. Perang Enam Hari telah melumpuhkan kekuatan militer Mesir, Suriah, dan Yordania, karena Israel berhasil menewaskan sekitar 20.000 orang serdadu mereka dan hanya kehilangan kurang dari 1.000 orang serdadu. Keberhasilan Israel bukan hanya karena hasil dari strategi yang dipersiapkan dengan matang dan dilaksanakan dengan sempurna, tetapi juga disebabkan oleh lemahnya kepemimpinan negara-negara Arab dan lemahnya kepemimpinan serta strategi militernya. Israel berhasil merebut Jalur Gaza dan Semenanjung Sinai dari Mesir, Tepi Barat dari Yordania, dan Dataran Tinggi Golan dari Suriah. Kemenangan Israel membuatnya makin terpandang di mata dunia internasional, sekaligus mempermalukan Mesir, Yordania, dan Suriah, sampai-sampai Gamal Abdul Nasir undur diri dari jabatannya selaku Presiden Mesir, meskipun akhirnya kembali menjabat setelah rakyat Mesir berdemonstrasi menolak pengunduran dirinya. Kemenangan Israel yang diraih dengan begitu cepat dan mudah membuat jajaran kepemimpinan Angkatan Pertahanan Israel menjadi terlalu percaya diri. Rasa percaya diri yang berlebihan ini membuat Israel gegabah sehingga mula-mula dapat dikalahkan oleh negara-negara Arab dalam Perang Yom Kippur pada tahun 1973, meskipun angkatan bersenjata Israel akhirnya dapat menundukkan kekuatan tempur negara-negara Arab dan memenangkan perang. Perpindahan penduduk akibat Perang Enam Hari telah menimbulkan konsekuensi-konsekuensi jangka panjang, karena 300.000 warga Palestina terpaksa mengungsi dari daerah Tepi Barat, dan sekitar 100.000 warga Suriah terpaksa mengungsi dari daerah Dataran Tinggi Golan. Di seluruh negara Arab, masyarakat minoritas Yahudi terpaksa mengungsi atau diusir dari tempat tinggalnya. Sebagian besar pengungsi Yahudi dari negara-negara Arab ini hijrah ke Israel atau ke Eropa.
<ref>
tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama Israel Ministry of Foreign Affairs
<ref>
tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama Gammasy hlm. 79
<ref>
tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama Chaim Herzog 1982, hlm. 165
<ref>
tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama Israel Ministry 2004
<ref>
tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama Oren, hlm. 185-187
<ref>
tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama ginor