Bagian dari seri |
Ilmu Pengetahuan |
---|
Bagian dari seri Politik |
Demokrasi |
---|
Portal Politik |
Demokrasi adalah keadaan Negara di mana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan masyarakat/rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama masyarakat, masyarakat berkuasa, pemerintah masyarakat dan oleh masyarakat.[1]
Demokrasi sistem politik atau sistem pengambilan keputusan ialah di dalam suatu lembaga, organisasi, atau negara, yang seluruh anggota atau warganya memiliki jatah kekuasaan yang sama besar.[2] Ciri khas demokrasi-demokrasi modern adalah dua keistimewaan yang secara hakiki membedakannya dari bentuk-bentuk pemerintahan yang lahir sebelumnya, yakni kapasitasnya untuk mengintervensi di dalam lingkup masyarakatnya sendiri, dan pengakuan terhadap kedaulatannya oleh suatu kerangka kerja legalistik internasional dari negara-negara berdaulat yang serupa. Pemerintahan demokratis lazimnya ditandingkan dengan pemerintahan oligarkis (pemerintahan yang dikendalikan segelintir warga negara), dan pemerintahan monarkis (pemerintahan yang dikendalikan seorang penguasa tunggal).
Pada umumnya demokrasi dihubung-hubungkan dengan ikhtiar-ikhtiar bangsa Yunani Kuno, yang dipandang sebagai pendiri peradaban Dunia Barat, oleh para cendekiawan abad ke-18 yang mencoba memberdayakan eksperimen-eksperimen demokrasi perdana tersebut menjadi suatu pola dasar baru bagi organisasi politik pascamonarki.[3] Taraf keberhasilan para cendekiawan pembangkit demokrasi abad ke-18 ini dalam mengubah cita-cita demokrasi bangsa Yunani dan Romawi kuno menjadi pranata politik yang paling banyak diterapkan di dunia selama 300 tahun selanjutnya memang sukar untuk dinafikan, meskipun alasan-alasan moral yang kerap mereka gunakan untuk membenarkan upaya tersebut mungkin saja masih dapat diperdebatkan. Meskipun demikian, titik peralihan kritis dalam sejarah, yang dikatalisasi oleh kebangkitan kembali cita-cita dan pranata-pranata demokratis, secara hakiki mentransformasi abad-abad selanjutnya dan telah mendominasi bentang dunia internasional semenjak runtuhnya kekaisaran-kekaisaran yang tersisa seusai Perang Dunia kedua.
Demokrasi perwakilan di zaman modern mencoba menjembatani kesenjangan antara 'fitrah' manusia menurut Thomas Hobbes, dan cengkeraman otoriterianisme, melalui 'kontrak-kontrak sosial' yang melindungi hak-hak warga negara, membatasi kekuasaan negara, dan menjamin terselenggaranya kedaulatan rakyat melalui hak suara.[4]