Suku Marobo adalah kelompok etnis yang mendiami beberapa desa di Bobonaro, Maliana, Timor Leste, khususnya desa Ilatlaun, Atuaben, dan Soileso.[1] Pada 1990 diketahui bahwa jumlah populasinya sekitar 3.000 jiwa.[1] Suku Marobo masih mempunyai ikatan persaudaraan dengan suku Kemak dan menggunakan bahasa Kemak, sehingga sering juga disebut "orang Kemak Marobo".[1] Selain bahasa Kemak, suku Marobo juga menggunakan bahasa lain, yaitu bahasa Bunak dan Tetun Terik sebagai lingua franca untuk berkomunikasi dengan kelompok etnis lain yang ada di sekitarnya.[1] Bahasa mereka terancam punah, bersama dengan bahasa-bahasa lain seperti Punan, Asmat, Mentawai, dan Sakai.[2]
Seorang antropolog Prancis bernama Brigitte Clamagirand pernah menetap di pemukiman suku Marobo.[3] Ia membuat dokumentasi yang menggambarkan masyarakat Marobo mempunyai keahlian di seni tenun.[3] Suku Marobo memang terkenal atas tenun (atau 'tais', sebuah jenis tenun Timor Leste).[3] Sayangnya, pengetahuan tenun dengan masyarakat Marobo sendiri terputus saat Indonesia menduduki Timor Timur pada tahun 1975.[3]