Republik Demokratik Timor-Leste | |
---|---|
Ibu kota | Dili 8°34′S 125°35′E / 8.56°S 125.58°E |
Bahasa resmi | |
Bahasa nasional | |
Bahasa kerja | |
Agama (2015[1]) |
|
Pemerintahan | Kesatuan semipresidensial republik[2][3][4] |
• Presiden | José Ramos-Horta |
Xanana Gusmão | |
Legislatif | Parlamento Nacional |
Kemerdekaan | |
Awal abad ke-18 | |
28 November 1975 | |
17 Juli 1976 | |
• Administrasi oleh UNTAET | 25 Oktober 1999 |
20 Mei 2002 | |
Luas | |
- Total | 15,007 [5] km2 (ke-154) |
Dapat diabaikan | |
Penduduk | |
- Perkiraan 2022 | 1.445.006[6] (156) |
- Sensus Penduduk 2015 | 1.167.242[7] |
78/km2 | |
PDB (KKB) | 2020 |
- Total | $5,315 miliar |
$4.031[8] | |
PDB (nominal) | 2020 |
- Total | $1,920 miliar |
$1.456[8] | |
Gini (2014) | ▼ 28,7[9] rendah |
IPM (2019) | 0,607[10] sedang · ke-131 |
Mata uang | Dolar Amerika Serikatb Centavo Timor Leste ( USD ) |
Zona waktu | Waktu Timor-Leste (UTC+9) |
Lajur kemudi | kiri |
Kode telepon | +670 |
Kode ISO 3166 | TL |
Ranah Internet | .tlc |
Situs web resmi www | |
| |
Timor-Leste (bahasa Tetun: Timór Lorosa'e), atau secara resmi bernama Republik Demokratik Timor-Leste[11] (bahasa Portugis: República Democrática de Timor-Leste,[12] bahasa Tetun: Repúblika Demokrátika Timor Lorosa'e),[13] yang sebelum merdeka bernama Timor Timur, adalah sebuah negara pulau di Asia Tenggara dan Oseania.[14] Negara ini berada di sebelah utara Australia dan bagian timur pulau Timor. Selain itu wilayah negara ini juga meliputi pulau Kambing atau Atauro, Jaco, dan eksklave Oe-Cusse Ambeno di Timor Barat.
Timor Timur dijajah oleh Portugal pada abad ke-16, dan dikenal sebagai Timor Portugis sampai 28 November 1975, ketika Front Revolusi Kemerdekaan Timor-Leste (FRETILIN) mengumumkan kemerdekaan wilayah tersebut. Sembilan hari kemudian, Indonesia melakukan invasi dan kemudian menganeksasi Timor Timur. Timor Timur dinyatakan sebagai provinsi ke-27 oleh Indonesia pada tahun berikutnya. Pendudukan Indonesia di Timor Timur ditandai oleh konflik yang sangat keras selama beberapa dasawarsa antara kelompok separatis (khususnya FRETILIN) dan militer Indonesia.[15]
Pada tanggal 30 Agustus 1999, dalam sebuah referendum yang disponsori Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mayoritas rakyat Timor Timur memilih untuk lepas dan merdeka dari Indonesia. Segera setelah referendum, milisi anti-kemerdekaan Timor-Leste - yang diorganisir dan didukung oleh militer Indonesia - memulai kampanye militer bumi hangus. Milisi membunuh sekitar 1.400 rakyat Timor Timur dan dengan paksa mendorong 300.000 rakyat mengungsi ke Timor Barat. Mayoritas infrastruktur hancur dalam gerakan militer ini. Pada tanggal 20 September 1999, Angkatan Udara Internasional untuk Timor Timur (INTERFET) dikirim ke Timor Timur untuk mengakhiri kekerasan. Setelah masa transisi yang diorganisasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, Timor Timur diakui secara internasional sebagai negara dan secara resmi merdeka dari Indonesia pada tanggal 20 Mei 2002.[16] Sebelumnya bernama Provinsi Timor Timur, ketika menjadi anggota PBB, mereka memutuskan untuk memakai nama Portugis "Timor-Leste" sebagai nama resmi.
Pada tahun 2011, Timor-Leste mengumumkan niatnya untuk mendapatkan status keanggotaan dalam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dengan mengajukan diri menjadi anggota kesebelas.[17] Timor-Leste merupakah salah satu dari hanya dua negara di Asia yang mayoritas agama penduduknya adalah Kristen, negara lainnya adalah Filipina.
Sistem semi-presidensial di negara baru Timor-Leste telah melembagakan perjuangan politik antara presiden, Xanana Gusmão, dan perdana menteri, Mari Alkatiri. Ini telah mempolarisasikan aliansi politik dan mengancam kelangsungan hidup negara baru. Makalah ini menjelaskan perpecahan ideologis dan sejarah persaingan antara dua aktor politik utama ini. Adopsi Marxisme oleh Fretilin pada tahun 1977 menyebabkan penolakan Gusmão terhadap partai pada 1980-an dan keputusannya untuk menyingkirkan Falintil, gerakan gerilya, dari kontrol Fretilin. Perebutan kekuasaan antara kedua pemimpin ini kemudian diperiksa dalam transisi menuju kemerdekaan. Ini termasuk laporan politisasi pasukan pertahanan dan kepolisian serta upaya Menteri Administrasi Internal Rogério Lobato untuk menggunakan veteran Falintil yang tidak puas sebagai pasukan balasan bagi loyalis Gusmão dalam angkatan bersenjata. Kerusuhan Dili 4 Desember 2002 dijelaskan dalam konteks perjuangan politik ini.