Artikel ini adalah bagian dari seri |
Agama asli Nusantara |
---|
Sumatra |
Ugamo Malim • Pemena • Arat Sabulungan • Fanömba adu • Melayu |
Jawa |
Sunda Wiwitan (Madraisme & Buhun) • Kapitayan • Kejawen • Hindu Jawa • Saminisme |
Nusa Tenggara |
Hindu Bali • Halaika • Wetu Telu • Marapu • Jingi Tiu • Koda Kirin |
Kalimantan |
Kaharingan • Momolianisme • Bungan |
Sulawesi |
Aluk Todolo • Tolotang • Tonaas Walian • Adat Musi • Masade • Hindu Sulawesi |
Maluku dan Papua |
Naurus • Wor • Asmat |
Organisasi |
Portal «Agama» |
Jenis | Agama asli Nusantara (Suku Bugis) |
---|---|
Kitab suci |
|
Teologi | Monoteisme |
Perhimpunan | Parisada Hindu Dharma Indonesia |
Wilayah | Sulawesi Selatan • Kabupaten Sidenreng Rappang |
Bahasa | Bahasa Bugis |
Pendiri | La Panaungi |
Jumlah pengikut | ± 27.000 jiwa. |
Nama lain | Hindu Tolotang |
Tolotang (kadang ditulis Tolottang, atau Towani Tolotang) adalah agama asli suku Bugis yang dianut mayoritas di beberapa wilayah dalam provinsi Sulawesi Selatan, terutama di Kabupaten Sidenreng Rappang atau yang biasa disingkat dan dikenal dengan Kabupaten Sidrap.
Pada masa orde lama, terdapat sekitar 5000 warga di wilayah Amparita, Kabupaten Sidrap menganut agama yang sudah turun temurun ini. Karena pemerintah Indonesia hanya mengakui enam agama resmi, sedangkan agama lokal dikategorikan sebagai Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan penganut agama Tolotang tidak mau disebut sebagai aliran kepercayaan, akhirnya mereka menggabungkan diri dengan Agama Hindu. Maka dari itu hingga saat ini kepercayaan ini juga dikenal dengan nama Hindu Tolotang. Sama halnya dengan agama Kaharingan suku Dayak yang juga bergabung dengan Hindu, sehingga dikenal dengan Hindu Kaharingan.[1]
Pada masa sebelumnya, masyarakat suku Bugis yang masih menganut agama Tolotang juga pernah mengalami nasib yang tragis. Mereka dikejar-kejar oleh para pemberontak Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pimpinan Kahar Muzakkar. Para pemberontak memaksa banyak pendahulu Tolotang untuk keluar dari keyakinan mereka. Tidak sedikit para penganut Tolotang yang mati dibunuh.[2]