Artikel ini adalah bagian dari seri |
Pembagian administratif Indonesia |
---|
Penataan daerah |
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) mengatur mengenai "wilayah administratif khusus" di Indonesia, yang ditegaskan dalam Pasal 18B Ayat (1):[1]
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
Dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah terbaru, yaitu UU No. 23 Tahun 2014, perbedaan definisi daerah khusus dan daerah istimewa tidak disebutkan sama sekali. Namun, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur status kekhususan dan keistimewaan dari daerah-daerah tersebut di Indonesia, serta menurut pendapat Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK), dapat disimpulkan bahwa pengertian keduanya adalah sebagai berikut.
Saat ini, provinsi-provinsi di Indonesia yang memiliki status kekhususan (sehingga menjadi daerah khusus) adalah Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang memiliki kekhususan utama sebagai ibu kota negara Indonesia, Provinsi Aceh yang memiliki kekhususan utama sebagai pusat penerapan syariat Islam dalam sendi-sendi penyelenggaraan daerah, serta Provinsi Papua Barat Daya, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Selatan dan Papua yang memiliki kekhususan utama dalam pengakuan dan penghormatan khusus atas orang-orang asli Papua. Sementara itu, provinsi-provinsi di Indonesia yang memiliki status keistimewaan (sehingga menjadi daerah istimewa) adalah Provinsi Daerah Istimewa Aceh yang memiliki keistimewaan utama menjadi pusat penyebaran agama dan kebudayaan Islam sejak zaman kerajaan-kerajaan Islam, dan juga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki keistimewaan utama berupa pemerintahan daerah yang dipimpin oleh Gubernur yang bertakhta sebagai Sultan Hamengkubuwana (dari wangsa Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat) dan Wakil Gubernur yang bertakhta sebagai Adipati Paku Alam (dari wangsa Kadipaten Pakualaman) dengan masa jabatan seumur hidup.