Yersinia pestis ![]() | |
---|---|
Penemu atau pencipta | Alexandre Yersin ![]() |
Penyakit | Pes dan Wabah Yustinianus ![]() |
Pewarnaan Gram | Gram-negatif ![]() |
Taksonomi | |
Kerajaan | Pseudomonadati |
Filum | Pseudomonadota |
Kelas | Gammaproteobacteria |
Ordo | Enterobacterales |
Famili | Yersiniaceae |
Genus | Yersinia |
Spesies | Yersinia pestis ![]() |
Tata nama | |
Sinonim takson |
|
Error in template * unknown parameter name (Infobox spesies): "genus; species; authority" Yersinia pestis (sebelumnya Pasteurella pestis) adalah Bakteri gram negatif, tidak bergerak, berbatang, coccobacillus, tanpa spora. Bakteri ini merupakan organisme anaerob fakultatif yang dapat menginfeksi manusia melalui kutu tikus Oriental (Xenopsylla cheopis).[1] Bakteri ini yang merupakan penyebab wabah penyakit, dalam tiga bentuk utama: pneumonik, septisemik, dan bubonik. Kemungkinan terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Y. pestis berasal dari Eropa dalam budaya Cucuteni–Trypillia dari pada teori dari Asia yang lebih umum dipegang.[2]
Y. pestis ditemukan pada tahun 1894 oleh Alexandre Yersin, seorang dokter asal Swiss/Prancis dan ahli bakteriologi dari Institut Pasteur, selama wabah epidemi di Hong Kong.[3] Yersin adalah anggota dari aliran pemikiran Pasteur. Kitasato Shibasaburō, seorang ahli bakteriologi Jepang yang mempraktikkan metodologi Koch, juga terlibat pada saat itu dalam menemukan agen penyebab wabah.[4] Namun, Yersin sebenarnya mengaitkan wabah ini dengan Y. pestis yang sebelumnya bernama Pasteurella pestis, organisme ini diganti namanya menjadi Yersinia pestis pada tahun 1944.
Setiap tahun, ribuan kasus wabah masih dilaporkan ke Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), walaupun sudah dilakukan pengobatan antibiotik yang tepat serta prognosis bagi korban wabah yang sekarang jauh lebih baik. Peningkatan lima hingga enam kali lipat kasus dahulu pernah terjadi di Asia selama masa Perang Vietnam, kemungkinan karena kerusakan ekosistem dan jarak yang terlalu dekat antara manusia dan hewan yang terinfeksi. Wabah tersebut sekarang sering ditemukan di sub-Sahara Afrika dan Madagaskar, yang merupakan wilayah yang menyumbang lebih dari 95% kasus yang dilaporkan di seluruh dunia. Wabah juga memiliki efek merugikan pada mamalia yang bukan manusia;[5] di Amerika Serikat, hewan seperti anjing padang rumput ekor hitam dan musang berkaki hitam terancam punah.